OTONOMI DAERAH DAN KEPEGAWAIAN
OTONOMI DAERAH DAN KEPEGAWAIAN
Otonomi Daerah
Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah
berasal dari kata “autonomy” dimana “auto” artinya sedia dan “nomy”artinya
aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk mengatur dan
memerintah daerah sendiri atas inisiatif sendiri dan kemampuan sendiri dimana
hak tersebut diperoleh dari pemerintah pusat.
Dalam ketentuan
umum undang-undang no.22 tahun 1999, pengertian otonomi daerah adalah pemberian
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemamfaatan
sumberdaya nasional serta serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam
kerangka negara kesatuan republik Indonesia.
Dari pengertian
tersebut dapat dipahami bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dasar
Hukum Otonomi Daerah
Pemberlakuan
sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000
untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk
mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan
permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan
Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18
untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.
Pasal
18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal
yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untukmelaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”
Secara
khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi
daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober
2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah
sebagai berikut.
“Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.” UU Nomor 32 Tahun 2004 juga
mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut.
“Daerah
otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”6 Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan/atay kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.
Sementara
itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah
dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa
serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas
tertentu.
Pengertian
Kepegawaian
Salah
satu sumber daya yang diperlukan Pemerintah dalam menyelenggarakanpemerintahan
yang pada pokoknya adalah “menyelenggarakan kepentingan umum”,adalah sumber
daya manusia yang disebut “pegawai”.Secara umum kata “pegawai” diartikan
sebagai “orang yang bekerja pada pemerintah atau perusahaan, dan sebagainya”.
Ada pula yang mengartikan pegawaisebagai orang yang melakukan pekerjaan
dengan mendapatkan imbalan jasa berupagaji dan tunjangan dari pemerintah atau
badan usaha swasta”.Dari pengertian pegawai tersebut di atas, ruang lingkup
pembicaraan ataupembahasan tentang “pegawai” ini, adalah khusus mengenai segala
sesuatu yangberkaitan dengan “Pegawai” yang bekerja pada Pemerintah. Pegawai
yang bekerja pada Pemerintah, disebut sebagai “Pegawai Negeri”.
Pegawai Negeri adalah sarana atau alat yang menggerakkan dan
menggiatkan agar segala kegiatan organisasi tersebut dapat berjalan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pegawai Negeri inilah yang mengerjakan
segala pekerjaanatau kegiatan-kegiatan Pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan (administrasi)
dan pembangunan (menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pemerintah
sesuai dengan bidang tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang telah ditetapkan, dalam
rangka pencapaian tujuan negara).
Dasar
Hukum Kepegawaian
Hubungan hukum antara Pemerintah dengan sarana
yang berbentuk manusia yang disebut sebagai Pegawai Negeri, menimbulkan kaidah “Hukum
Kepegawaian”.Hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara Pemerintah
dengan Pegawai Negeri,merupakan “hubungan dinas publik” yang diatur oleh
peraturan-peraturan hukum public dan tidak
diatur oleh peraturan-peraturan mengenai perjanjian kerja menurut hokum privat. Pengaturan
hukum yang mengatur tentang kepegawaian merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan, baik yang
bersifat pokok sebagai payungnya yang berbentuk Undang Undang (UU), maupun
yang bersifat pelaksana dari aturan pokok seperti Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (Kep.Menpan), Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara, yang
seluruhnya terangkai dalam satu sistem hukum, yaitu “Hukum Kepegawaian”.
Dengan demikian, “Hukum Kepegawaian” dapat dikatakan sebagai keseluruhan
rangkaian peraturan-peraturan yang mengatur segala sesuatu tentang Pegawai Negeri.
Pengaturan pokok yang mengatur tentang
“Kepegawaian” dalam perspektif hukum nasional yang berfungsi sebagai landasan
hukumnya, adalah: UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
(Disahkan dan Diundangkan pada tanggal 6 Nopember 1974; LN.RI.Tahun 1974 No.55
– TLN.RI.No.3041) [UU.No.8/1974] Sebagaimana Telah Diubah Dengan UNDANG UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN (Disahkan dan Diundangkan pada
tanggal30 September 1999; LN.RI. Tahun 1999 No.169 – TLN.RI.No.380)
[UU.No.43/1999].
Undang-undang kepegawaian mengatur mengenai
Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik PNS Pusat mapun PNS Daerah, yang meliputi
kedudukan, kewajiban, dan hak Pegawai Negeri, serta manajemen Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang menyangkut formasi, pengadaan, kepangkatan, jabatan,
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS, sumpah, kode etik dan peraturan
disiplin, pendidikan dan pelatihan, kesejahteraan, penyelenggaraan pembinaan
kepegawaian, dan peradilan kepegawaian.